- Back to Home »
- Penerbitan Grafis dan Elektronik »
- Artikel Penerbitan Grafis dan Elektronik Dea Tiaranigrum
Posted by : Unknown
Senin, 02 Mei 2016
PERENCANAAN OTOMASI PERPUSTAKAAN\
Dea Tiaraningrum
Penerbitan Grafis dan Elektronik
Dosen Pengampu: Pitoyo Widhi Atmoko S.Si.,M.Si
Sistem Otomasi Perpustakaan atau Library Automation System adalah software
yang beroperasi berdasarkan pangkalan data untuk mengotomasikan kegiatan
perpustakaan. Pada umumnya software yang digunakan untuk otomasi perpustakaan
menggunakan model “relational database”. Database atau pangkalan data merupakan
kumpulan dari suatu data. Dalam perpustakaan paling tidak ada dua pangkalan
data yaitu data buku dan data pemustaka. Sistem Otomasi Perpustakaan di
Indonesia pada umumnya hanya mempunyai tiga modul yaitu katalogisasi,
sirkulasi, dan OPAC dan ini merupakan modul minimal yang harus dimiliki oleh
perpustakaan untuk kepentingan otomasi. Modul – modul tersebut merupakan sistem
yang sudah terintegrasi sehingga istilah sistem otomasi perpustakaan juga
sering disebut dengan sistem perpustakaan terintegrasi (Integrated Library
System).
Otomasi perpustakaan akan memperingan
pekerjaan staf perpustakaan dan memudahkan pemustaka dalam memanfaatkan
perpustakaan. Singkat kata otomasi perpustakaan akan menjadikan pekerjaan dan
layanan perpustakaan dapat dilaksanakan secara cepat, tepat dan akurat. Oleh
karena itu, untuk menjawab pertanyaan di atas uraian berikut hanya
menitikberatkan pada tiga hal tersebut.
1.
Memudahkan dalam pembuatan katalog.
Perpustakaan
yang belum menerapkan otomasi pada umumnya harus membuat kartu katalog agar
pemustaka dapat menemukan sebuah buku yang diketahui berdasarkan pengarang,
judul atau subyeknya dan menunjukkan buku yang dimiliki perpustakaan.
2.
Memudahkan dalam layanan sirkulasi
Sebelum
perpustakaan menggunakan komputer layanan proses peminjaman biasanya dilakukan
dengan menggunakan kartu. Pekerjaan yang harus dilakukan diawali dengan petugas
meminta kartu pemustaka, mengambil kartu pinjam, menulis nomer buku di kartu
pinjam, mencabut kartu buku dan diakhiri dengan mem “file” kartu. Pekerjaan
tersebut memakan waktu yang cukup lama dan cukup rumit. Dengan komputer
pekerjaan peminjaman buku dapat dilakukan dengan cepat dan mudah yaitu hanya
dengan menyorot “barcode” kartu kemudian menyorot “barcode” buku selanjutnya
memberikan cap tanggal pengembalian.
3.
Memudahkan dalam penelusuran melalui katalog.
Otomasi
perpustakaan akan memudahkan pemustaka dalam menelusur informasi khususnya
katalog melalui OPAC (Online Public Access Catalog). Pemustaka dapat menelusur
suatu judul buku secara bersamaan. Disamping itu, mereka juga dapat menelusur
buku dari berbagai pendekatan. Misalnya melalui judul, kata kunci judul,
pengarang, kata kunci pengarang, subyek , kata kunci subyek dsb. Sedangkan
apabila menggunakan katalog manual, pemustaka hanya dapat akses melalui tiga
pendekatan yaitu judul, pengarang, dan subyek.
Adapun manfaatnya antara lain :
1.
mengatasi
keterbatasan waktu
2.
mempermudah
akses informasi dari berbagai pendekatan misalnya dari judul, kata kunci judul,
pengarang, kata kunci pengarang dsb.
3.
dapat
dimanfaatkan secara bersama-sama
4.
mempercepat
proses pengolahan, peminjaman dan pengembalian
5.
memperingan
pekerjaan
6.
meningkatkan
layanan
7.
memudahkan
dalam pembuatan laporan statistik
8.
menghemat
biaya
9.
menumbuhkan
rasa bangga.
10.
mempermudah
dalam pelayanan untuk kepentingan akreditasi.
Kendala tersebut harus kita antisipasi agar kita siap untuk
menghadapinya. Kendala yang mungkin muncul antara lain :
1.
Kesalahpahaman tentang otomasi perpustakaan.
Ada
beberapa anggapan yang sebetulnya belum tentu benar adanya. Anggapan yang
pertama mengatakan bahwa biaya otomasi perpustakaan sangat besar. Pengalaman
telah menunjukkan bahwa dengan adanya otomasi perpustakaan justru akan
menghemat biaya. Anggapan kedua mengatakan bahwa kalau nanti semua pekerjaan
perpustakaan diotomasikan, maka akan terjadi pengurangan tenaga bahkan
pengangguran staf perpustakaan. Pendapat ini menurut saya juga tidak tepat.
Sebetulnya kebanyakan pustakawan di Indonesia masih bekerja pada level standar
minimal atau bahkan dibawahnya. Mereka hanya melakukan pekerjaan- pekerjaan
seperti katalogisasi, klasifikasi, layanan sirkulasi, referensi dan layanan
majalah secara standar. Belum banyak staf perpustakaan mengembangkan layanannya
seperti layanan kesiagaan terkini (Current Awareness Service), penyusunan indek
dsb.
2.
Kurangnya staf yang terlatih.
Kurangnya
staf yang terlatih biasanya menjadi kendala yang menghambat pengembangan
otomasi perpustakaan. Pembangunan otomasi perpustakaan paling tidak harus
mempunyai staf yang mampu mengoperasikan komputer (operator), bahkan kalau
perlu mempunyai tenaga ahli. Banyak perpustakaan yang sampai saat ini masih
menjadi tempat pembuangan. Artinya apabila ada staf yang susah untuk dibina
biasanya pemimpim akan memindahkan staf tersebut ke perpustakaan. Hal inilah
yang dapat menyebabkan terhambatnya pengembangan perpustakaan termasuk dalam
membangun otomasi perpustakaan. Keadaan seperti itu di perpustakaan perguruan
tinggi sudah mulai ditinggalkan.
3.
Kurangnya dukungan dari pihak pimpinan.
Dukungan
pimpinan merupakan hal yang sangat strategis dalam membangun otomasi
perpustakaan. Tanpa dukungan pimpinan yang memadai rencana otomasi perpustakaan
tidak akan berhasil dengan baik. Dukungan tersebut dapat berupa dana,
pengembangan staf, dan dukungan moril.
4.
Input data
Proses
input data biasanya juga menjadi kendala dalam membangun otomasi perpustakaan.
Apalagi kalau jumlah koleksi perpustakaan sudah besar tentu akan memakan waktu
dan biaya yang tidak sedikit. Agar proses input data dapat lancar dan tidak
perlu dana besar serta tidak mengganggu layanan perpustakaan, sebaiknya pada
permulaan pelaksanaan otomasi perpustakaan tetap menjalankan dua sistem yaitu
sistem manual dan sistem otomasi. Input data dimulai dari buku-buku baru,
kemudian buku yang sering dipakai, dan kalau waktunya longgar baru input data
buku yang lain. Setelah jumlah data yang dimasukkan dianggap pantas untuk
dilayankan sebaiknya secepatnya dilakukan layanan sirkulasi dengan komputer.
Dengan cara demikian, saya yakin akan memperlancar proses pelaksanaan
otomasi perpustakaan.
Perlu diingat bahwa pemilihan software
otomasi perpustakaan untuk kepentingan jangka panjang. Kesalahan dalam memilih
akan berakibat panjang dan konsekuensinya akan terjadi pemborosan. G.K.
Manjunath menyarankan beberapa kriteria yang dapat membantu para
pustakawan dalam memilih software. Kriteria tersebut adalah :
1.
Siapa
pengembangnya ? apakah lembaga, perusahaan, atau individu ? Yang paling baik
adalah software yang dikembangkan oleh lembaga atau perusahaan yang mempunyai
reputase baik. Usahakan tidak membeli software dari individu karena banyak
kelemahan yang akan dihadapi.
2.
Seberapa
sering software tersebut direvisi ? Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari
sejak “launching” pertama berapa kali software telah direvisi.
3.
Berapa
banyak parameter yang tersedia untuk setiap modul ? Semakin banyak parameter
yang dimiliki akan semakin fleksibel dan mudah untuk disesuaikan dengan
kepentingan perpustakaan kita.
4.
Apakah
software mempunyai fasilitas import dan export data bibliografi yang sesuai
dengan ISO2709 ? Format lain seperti MARC Format dan Dublin Core dapat
digunakan sebagai pertimbangan.
5.
Apakah
memberikan pelatihan setelah instalasi dan apakah ada buku petunjuk ?
6.
Apakah
software tersebut dapat berjalan di sistem operasi yang utama seperti Windows
NT, Linux, Unix dsb.?
7.
Apakah
dapat di akses melalui Web.?
8.
Apakah
juga ada interfacenya dengan e-mail ?
9.
Berapa
banyak yang telah memakai software tersebut ?
10.
Adakah
OPAC nya menawarkan perbedaan password untuk masing pustakawan dan pengguna ?